Mengenal ‘Marah’ dan Anger Management

Ditulis oleh : Sinta Mira, M.Psi (psikolog klinis dewasa Vida Rumah Konsultasi dan Layanan Psikologi)

Apa itu ‘marah’?
Marah adalah salah satu emosi dasar manusia, yang wajar untuk kita rasakan. Marah adalah suatu kondisi emosi yang intensitasnya bervariasi dari rasa terganggu yang ringan sampai kemarahan yang intens. Seperti juga emosi-emosi lainnya, emosi marah juga disertai oleh perubahan fisiologis dan biologis. Saat kita marah, detak jantung dan tekanan darah meningkat, begitu juga dengan hormon, adrenalin dan noradrenalin.

Karena marah adalah emosi yang terjadi sehari-hari, pastinya kita juga bisa menyadari bahwa kemarahan terjadi karena faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal misalnya kita marah karena terjebak di kemacetan, atau mobil diserobot mobil lain di antrian. Sementara faktor internal yang menyebabkan kemarahan semisal selalu teringat masalah pribadi yang membuat frustrasi, khawatir tentang pengasuh anak yang menurut kita tidak becus menjaga anak, dsb. Berbagai hal tersebut bisa menimbulkan berbagai emosi dan juga memicu kemarahan.

Beberapa statistik dari penelitian di tahun 2006 dan 2008 di Inggris, oleh Organisasi Kesehatan Mental dari mindyouranger.com tentang kemarahan yang mungkin bisa menjadi perhatian bahwa marah adalah emosi yang tidak bisa kita anggap sepele :
– Lebih dari 80% pengemudi menyatakan mereka pernah terlibat insiden di jalan yang terkait dengan kemarahan.
– 45% karyawan biasa kehilangan kesabaran dalam pekerjaannya sehari-hari.
– Sekitar 32% dari peserta survey mengatakan bahwa teman dekat atau keluarganya memiliki masalah dalam mengontrol kemarahan.
– Sekitar 12% mengatakan bahwa mereka memiliki kesulitan dalam mengontrol kemarahan diri sendiri.
Dan masih banyak lagi penelitian / survey terkait kemarahan.

Apa yang sesungguhnya terjadi di tubuh kita saat marah?
Bagian otak yaitu amygdala di lobus frontalis adalah bagian otak untuk membuat keputusan dan menyelesaikan permasalahan. Saat kemarahan terjadi, aliran darah menjadi lebih cepat pada korteks frontal tersebut dan menutupi kemampuan berpikir rasional. Sehingga seringkali saat kemarahan melanda, banyak dorongan untuk bersikap impulsif. Seperti berteriak pada orang, mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, ataupun melakukan hal-hal yang ‘tidak dipikir panjang’.
Efek domino dari aliran darah tersebut terjadi juga di kelenjar adrenalin yang mengatur hormon stress dan kortisol, sehingga memberi kita dorongan energi dan tambahan kekuatan. Aliran darah juga mengalir ke perut dan otot pencernaan mempersiapkan tubuh kita untuk ‘fight’. Tekanan darah dan temperatur tubuh meningkat, detak jantung meningkat, dan pupil mata melebar. Itulah sebabnya, pertengkaran dan perkelahian biasanya terjadi saat pihak-pihak yang bertikai dalam kondisi marah. Karena saat marah, tubuh memang bersiap untuk ‘berkelahi’.
Semua hal tersebut terjadi setiap kali kita merasakan marah. Sehingga marah bisa memberikan dampak yang signifikan pada diri kita sendiri, pada orang lain, maupun pada kesehatan fisik dan mental kita.

Lalu, apa itu anger management?
Anger management adalah kemampuan untuk mengontrol dan me-manage kemarahan bertujuan untuk mengurangi emosi dan reaksi fisiologis yang terjadi saat marah. Karena seringkali kita tidak bisa menghindari hal-hal yang menyebabkan marah. Misalnya, kita tidak bisa menyingkirkan kemacetan lalu lintas yang terjadi. Tapi yang bisa kita lakukan adalah belajar mengontrol reaksi kita terhadap stimulus penyebab kemarahan tersebut.

Apa saja yang bisa dilakukan :
1. Berpikir sebelum bicara
Saat kemarahan melanda, aliran darah dalam tubuh mendorong kita untuk mengeluarkan reaksi ‘fight’ yang segera. Sehingga seringkali apa yang kita ucapkan saat marah, merupakan reaksi emosional. Seberapa sering kita menyesali apa yang sudah kita ucapkan saat dilanda kemarahan? Padahal ucapan tersebut tidak dapat ditarik kembali.
Cara paling efektif untuk memberkan efek jeda sebelum bicara, saat kemarahan melanda adalah menghitung sampai 10 atau meminum segelas air. Memang tidak mudah, namun dengan kesadaran yang baik, kita akan bisa meminimalisir efek kemarahan yang bisa merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

2. Ekspresikan rasa marah tersebut, saat kita sudah tenang.
Memendam kemarahan juga bukanlah hal yang baik. Dorongan energi besar yang terjadi saat marah, jika tidak tersalurkan, juga akan memberikan dampak negatif pada kesehatan mental (dan fisik) kita. Maka, kemarahan itupun tetap harus diekspresikan. Namun, harus kita lakukan di saat kondisi kita sudah tenang, bukan pada saat masih emosi. Cara mengekspresikan kemarahan yang baik adalah dengan cara asertif. Dimana kita bisa menyatakan pendapat dan kebutuhan kita secara langsung dan jelas, tanpa menyakiti orang lain atau berusaha mengontrol orang lain.

3. Olahraga.
Olahraga / aktivitas fisik adalah sarana yang manjur dalam mengurangi stress yang bisa membuat kita marah. Olahraga menjadi penyaluran energy yang sangat baik dan positif. Jadi, di saat kita merasa tensi kemarahan mulai naik, jalan cepat atau jogging, atau meluangkan waktu untuk melakukan aktivitas fisik akan memberi dampak positif. Apalagi kalau olahraga dilakukan secara rutin, kita akan memiliki penyaluran energy dan emosi yang juga terarah secara rutin.

4. Me-time atau time-out.
Lakukan me-time atau time-out untuk diri sendiri saat kita sedang dilanda tekanan. Beberapa saat yang tenang bagi diri sendiri akan membantu kita untuk mengatasi apapun yang mungkin terjadi di depan, tanpa kemarahan.

5. Identifikasi solusi-solusi yang memungkinkan
Daripada fokus pada hal-hal yang membuat marah, carilah solusi yang memungkinkan dilakukan untuk mengurangi situasi marah tersebut. Tidak bisa menghindari kemacetan yang terjadi setiap hari yang membuat marah? Bagaimana kalau mencari solusi yang bisa membuat kita lebih enjoy dalam menghadapi kemacetan tersebut, misalnya dengan mendengarkan musik kesukaan kita di jalan atau mencari alternatif transportasi yang meminimalisir terjebak macet, dan sebagainya. Ingatkan diri kita bahwa kemarahan tidak akan menyelesaikan apapun.

Lalu, bagaimana kalau kita tidak tahu lagi bagaimana cara mengontrol kemarahan yang terjadi? Atau kita tahu bahwa kita memiliki kemarahan yang besar tapi tidak tahu bagaimana menyalurkannya? Atau kita merasa sangat tertekan dengan suatu perasaan marah yang tidak kita pahami?
Jika masih mengalami kesulitan dalam mengatasi kemarahan dan tekanan yang menyertainya, ada baiknya untuk melakukan konsultasi pada psikolog.