Orang Tua, Anak, dan Bermain

Oleh : Annisa Meizvira, M.Psi (Psikolog Anak VIDA Rumah Konsultasi)

Children’s playing are not sports and should be deemed as their most serious actions (Montaigne dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2007).

Bermain adalah hal terpenting bagi anak. Dengan bermain, ada banyak aspek yang berkembang dalam diri anak, baik aspek kognitif, emosi, maupun sosial (Ginsburg, 2007). Contoh yang sering kita lihat adalah bermain cat air. Dari situ anak akan belajar tentang warna dan juga tentang tekstur. Bermain balok susun, anak belajar mengenai bangun ruang dan melatih imajinasi mereka. Anak bermain lompat tali, kemampuan motorik kasar dan keseimbangan mereka berkembang karenanya. Anak meronce membuat gelang, motorik halus serta koordinasi mata terlatih adalah hasil yang bisa dicapai.
Ketika anak bermain bersama teman, kemampuan sosial anak berkembang. Contoh sederhana, seorang anak asik bermain ayunan di taman. Lalu tiba kawannya, meminta gantian main ayunan. Tak lama kemudian, mereka bertengkar sambil menangis memperebutkan ayunan. Saat itu, mereka belajar banyak hal.Berusaha mewujudkan keinginan, berani menyampaikan pendapat, berani menolak, mempertahankan hak, belajar bernegosiasi. Meskipun kesemuanya dilakukan sambil menangis dan mungkin berteriak. Perlu menjadi catatan, setelah kejadian ini kedua orangtua mereka memilki kewajiban untuk menjelaskan kepada masing-masing anak tentang kemampuan-kemampuan yang tanpa sadar sedang mereka kembangkan tersebut. Lalu mengarahkan bagaimana mengungkapkan kesemuanya dengan cara yang tepat dan baik.
Begitu banyak hal baik yang bisa anak kembangkan karena bermain, baik saat bermain sendiri maupun saat bermain dengan teman-teman sebayanya. Namun, pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri, apa yang bisa mereka dapat jika kita, orangtuanya, menjadi partner bermain mereka?

playing-parent-child

Dalam sebuah laporan klinis yang disusun oleh Ginsburg (2007) disebutkan bahwa bermain juga menyediakan sarana bagi orangtua untuk terlibat secara aktif dengan anak. Bahkan teknik bermain ini telah digunakan sebagai bentuk terapi dalam mengatasi hubungan antara anak – orangtua.
Menurut prosesnya, ada dua jenis bermain yang dilakukan oleh orangtua dengan anak, pertama anak diminta untuk bermain dengan mengikuti peraturan yang sudah dibuat oleh orangtuanya. Dengan cara ini, orangtua akan belajar menjadi seorang pemegang peraturan, pemberi konsekuensi ketika peraturan tersebut dilanggar. Sedangkan anak akan belajar untuk mendengarkan orangtuanya. Teknik ini biasa digunakan pada keluarga dengan anak yang memiliki masalah perilaku. Biasanya jenis permainan ini banyak digunakan dalam terapi untuk mengatasi masalah-masalah klinis dalam keluarga.
Jenis kedua adalah orangtua mengikuti alur yang sudah disusun oleh anak. Teknik kedua ini menurut Ginsburg (2007) merupakan teknik bermain yang sebaiknya kembali dimarakkan dalam keluarga. Aktifitas ini akan membuat orangtua bisa melihat dunia dalam perspektif anak. Tidak hanya sekedar perspektif, orangtua bisa memahami bagaimana anak memanipulasi lingkungannya agar kebutuhan yang ia miliki dapat terpenuhi. Dengan pemahaman ini, orangtua kemudian bisa belajar untuk berkomunikasi secara efektif dengan anak. Manfaat yang paling berdampak pada hubungan orangtua dan anak dalam aktifitas ini adalah ikatan yang baik yang akhirnya terbentuk antara orangtua dengan anak (Milteer & Ginsburg, 2012).
Bagi anak, orangtua yang mau mengikuti alur bermain yang sudah mereka ciptakan tentunya menimbulkan kesan tersendiri. Aktifitas ini membuat anak mencatat baik-baik dalam hatinya bahwa orangtuanya menghargainya, bahwa keputusan anak adalah penting, bahwa anak bisa membuat peraturan yang disetujui oleh orangtuanya. Anak melihat orangtua sebagai sosok hangat yang bisa menerima pendapatnya, sebagai orang yang menghargainya. Singkat kata, anak bisa merasa dicintai dan anak yakin bahwa ia berada di keluarga yang penuh dengan kehangatan.
Dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal tersebut di atas menjadi sangat penting. Hal paling dekat yang bisa kita pikirkan adalah bagaimana mendisiplinkan anak. Memberikan peraturan dan konsekuensi kepada anak ternyata tidak hanya tentang sebaris daftar do’s and don’ts.Pendisiplinan dan pemberian konsekuensi membutuhkan ikatan yang baik antara orangtua dan anak. Sebelum kita bisa memberikan daftar peraturan tersebut, anak perlu memastikan bahwa orang yang memberikan peraturan kepadanya adalah orang yang juga bisa memahami kebutuhannya, orang yang bisa menggunakan perspektif anak dalam kehidupan sehari-hari, orang yang memahami bagaimana berkomunikasi dengan anak, orang yang memiliki ikatan yang baik dengan anak.Setelah kita, orangtua, memiliki kesemuanya, pendisiplinan, peraturan, pemberian konsekuensi akan menjadi lebih mudah untuk diterapkan kepada anak.
Bermain memiliki banyak manfaat bagi anak juga bagi orangtua. Bagaimana anak bisa mengembangkan kapasitas dalam dirinya adalah penting. Bagaimana orangtua bisa memahami anak ternyata tidak kalah penting. Namun sayangnya, hal ini menjadi sebuah hal yang kadang luput dari pikiran kita sebagai orangtua. Tertutup oleh sederet kewajiban yang harus kita lakukan kepada anak sebagai orangtua, tertutup oleh kekhawatiran kita mengenai perkembangan anak. Bagaimana akhirnya hubungan anak dan orangtua menjadi sebuah ikatan yang hangat adalah sebuah tujuan yang saat ini sebaiknya juga kita cantumkan dalam daftar kewajiban sebagai orangtua. Karena anak dalam ikatan yang hangat akan tumbuh menjadi manusia yang lebih baik.

Bibliography
Ginsburg, K. R. (2007). The Importance of Play in Promoting Healthy Child Development and Maintaining Strong Parent-Child Bonds. PEDIATRICS, 182-191.
Milteer, R. M., & Ginsburg, K. R. (2012). The Importance of Play in Promoting Healthy Child Development and Maintaining Strong Parent-Child Bond: Focus on Children in Poverty. PEDIATRICS, 204-213.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2007). Human Development 10th Ed. New York: McGraw-Hill.